Jumat, 07 April 2017

#MemesonaItu Berbuat Sesuatu yang Berarti Sebelum Mati


“Melepaskan diri dari zona nyaman berarti berlatih mengakrabkan diri dengan kecemasan-kecemasan terdalam dan ketakutan-ketakutan mendasar yang bersemayam dalam diri, bergelut dengannya, dan mengatasinya.” – April Tupai
Saya orang yang tidak suka cemas. Saya rasa kebanyakan orang pun begitu. Saya ingin yang pasti-pasti saja. Pada dasarnya saya tidak suka menantang diri pada bahaya. Namun, nyatanya keputusan-keputusan yang saya buat seringkali menyerempet pada jurang. Contohnya yang saya buat sekitar bulan Oktober 2014. Ketika perusahaan media tempat saya bekerja sudah hampir tutup. Direkturnya menawarkan saya untuk direkomendasikan ke beberapa media lain.

Tawaran itu tidak saya ambil.

Sebelum ditawarkan olehnya pun, sudah ada perusahaan media yang berniat mempekerjakan saya. Media yang sesuai dengan passion saya. Saya gamang setengah mati. Saat itu saya sedang mengerjakan buku “Turn on the Radio” yang berarti saya akan kesulitan menyelesaikan buku tersebut jika bekerja menjadi orang kantoran yang waktunya tidak fleksibel. Sungguh pilihan yang sulit. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memilih melewatkan kesempatan bekerja di media tersebut. Melepaskan sebuah gambaran yang sebenarnya semakin mendekatkan pada mimpi saya sejak lama.

Karena, saya juga punya mimpi yang lain.

Saya penasaran menyelesaikan buku yang sedang saya garap. Beberapa orang mungkin melihat saya bodoh telah melepaskan peluang besar. Gaji yang ditawarkan media itu cukup besar. Saya akan punya penghasilan tetap setiap bulannya. Sedangkan bayaran menulis buku pun baru dibayar setelah buku selesai diluncurkan. 

Ternyata menyelesaikan buku itu memakan waktu sampai enam bulan. Itu artinya saya hidup selama itu tanpa penghasilan tetap. Tapi Tuhan tidak tidur. Rezeki tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Selain menulis buku, saya bekerja serabutan. Menjadi kontributor di sebuah media kawasan, menjadi jurnalis paruh waktu di sebuah media baru, menerima pekerjaan sebagai editor lepas sebuah buku fotografi dan menulis siaran pers untuk acara-acara. Saya lakukan apa saja untuk bisa menyambung hidup dari hari ke hari.

#MemesonaItu Berani Berkorban Demi Mimpi Besar

Sebagai freelancer, saya bebas travelling kemana-mana bahkan di hari kerja

Lantas mengapa saya berani mengambil risiko tinggi? Membuat keputusan besar yang berdampak membahayakan kelangsungan hidup saya selanjutnya. Penasaran. Ya, rasa penasaran mungkin yang membuat saya menjadi senekat itu. Saya penasaran menghasilkan buku dengan kemampuan sendiri, saya ingin  tahu seberapa panjang nafas saya, seberapa kuat komitmen saya.

Alasan lainnya karena rasa bangga atas apa yang saya tulis. Buku seperti ini belum pernah ada sebelumnya. Dengan menulis buku ini saya seperti sedang “naik kelas”. Buku ini berisi kisah sukses tiga belas penyiar radio. Di dalamnya bercerita tentang perjalanan mereka mulai dari menjadi penyiar, pengalamannya, sampai menjadi orang yang sukses. 

Saya merasa ada peningkatan kelas yang sedang saya lakukan. Sewaktu menjadi wartawan, saya menuliskan kisah hidup banyak sosok menarik, akhirnya saya diberi kesempatan untuk membukukan kisah hidup orang terkenal. Saya merasa saya sedang meningkatkan kemampuan saya ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan hal-hal yang sebelumnya sudah sering saya kerjakan.

#MemesonaItu Berani Membuat Keputusan dan Mengambil Risiko

Saat memutuskan menulis buku tersebut, saya seperti menafikan persoalan uang, padahal saya tahu betapa saya membutuhkannya. Pada akhirnya total saya menjadi pekerja lepas ialah satu tahun. Sampai saya akhirnya bekerja lagi penuh waktu sebagai wartawan di sebuah media lagi pada September 2015. 

Satu tahun itu adalah waktu yang paling berharga dalam hidup saya. Waktu dimana saya mengakrabkan diri dengan kecemasan, setiap hari, setiap detik. Saya berpikir tidak hanya untuk hidup di bulan besok, tapi juga di bulan-bulan berikutnya. Menahan diri untuk belanja barang-barang yang tidak perlu, mengurangi nongkrong-nongkrong di kafe, dan makan di restoran. Saya katakan mengurangi, bukan menghilangkan sama sekali. Karena saya tetap butuh sesekali ngopi di kafe, atau karaoke dengan teman, dan belanja barang baru. Hanya saja porsinya yang beda.

#MemesonaItu Tidak Memendam Penyesalan Seumur Hidup

Saat itu jika saya tidak memilih untuk menulis buku dan harus rela hidup tidak nyaman sebagai freelancer, tentu sekarang saya sudah berkubang dengan penyesalan.
Saya punya seorang teman yang meninggal di usia 25 tahun. Dia orang yang sangat hangat dan cerdas. Kemampuan yang dia miliki tidak membuatnya sombong sama sekali. Dia selalu mampu membuat orang merasa nyaman berada di dekatnya.

Melihatnya meninggal karena sakit, di usia yang masih sangat muda, seperti ada yang menghantam dada saya. Saat itu saya merasa takut sekali. Saya takut ketika saya mati nanti saya belum pernah berbuat sesuatu yang berarti. Sesuatu yang mungkin bisa berguna buat orang lain. Sesuatu yang membuat hidup saya tidak menjadi sia-sia. Sesuatu yang tidak mendatangkan penyesalan seumur hidup saya. Sesuatu yang punya arti untuk hidup yang hanya merupakan jeda pendek antara lahir dan mati.

#MemesonaItu Berani Menghadapi Ketakutan Terdalam dan Menciptakan Keajaiban

Peluncuran buku saya di kafe















Keajaiban hanya mungkin tercipta jika kita berhasil berhadapan dengan ketakutan terdalam dalam diri kita. Selama satu tahun itu, saya jadi tahu apa yang paling saya cemaskan, apa yang paling saya takuti. Sekaligus saya mendapatkan kejutan dan keajaiban yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika saya tidak memutuskan menjadi pekerja lepas dan menulis buku. 

Selain buku saya terbit, peluncurannya pun berlangsung luar biasa di sebuah kafe di Jakarta Selatan dan dihadiri banyak media yang meliput berita peluncuran buku tersebut.
Terbitnya buku tersebut telah mengajarkan saya banyak hal. Bahwa kita berhak punya banyak mimpi, dan ada kalanya demi mengejar mimpi kita yang satu kita harus merelakan mimpi yang lain. Bahwa pengorbanan dan perjuangan tidak pernah ada yang sia-sia. Kita hanya mampu mendapat hasil yang maksimal jika kita mau berkorban habis-habisan. Karena hasil tidak pernah mengkhianati proses.

Satu tahun di zona tidak aman, satu tahun di setiap harinya bertemu dengan kecemasan dan keajaiban. Satu tahun yang menempa mental saya habis-habisan. Akan tetapi, saya jadi terlatih menghadapi kecemasan. Terlatih membuat diri tetap waras menghadapi ketidakpastian setiap harinya. Mengolah ketakutan menjadi kekuatan. Mengubah keterbatasan menjadi bahan bakar untuk memunculkan kreativitas. Jika sudah terlatih, maka akan terbiasa.

Orang yang terbiasa jatuh, akan terbiasa juga untuk selalu bangkit. Orang yang terbiasa terpuruk akan terbiasa mencari cara untuk maju. Kurva hidup yang naik-turun hanya akan terasa seperti putaran roda yang memang berputar sebagaimana mestinya. Ketidakpastian keadaan hanya menjadi seperti sebuah permainan yang perlu dinikmati riuh-rendahnya. Sunyi dan bisingnya kehidupan hanya perlu diakrabi dengan cara yang menyenangkan.



7 komentar:

  1. Balasan
    1. Makasi kak. Ga ikutan? Ehya khusus cewe ya ini hihi

      Hapus
    2. Hahaha.. Iya kak, saya gak mempesona.

      Hapus
  2. Wah, jadi penasaran sama bukunya mba.. salut dengan keputusannya yang berani keluar dari zona nyaman^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huaa udh lm bgt itu pgn nulis lg skrg udh susah pny bocah hehe. Maaci ya udh mampir

      Hapus
  3. Kecee bangeet mbaaak. Salut sama kegigihannya dalam meraih mimpi. Pengen cari bukunyaa. . 😁 sepakaat mbaak org yg terlatih akan jd terbiasa, org yg biasa jatuh juga akan tahu cara berdiri tegak dan kembali berlari mengejar mimpi. Salaam kenal mbaak yaaa. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasi mba lucky smoga ttp semangat mengejar mimpi yaa salam kenal jg :)

      Hapus