Kamis, 13 April 2017

#BeTheGravity: Menjadi Ibu yang Menulis Kehidupan

April 13, 2017 39

Semua partikel di alam semesta yang mempunyai massa, selalu mengalami gaya tarik-menarik, itulah yang disebut gravitasi. Gravitasi matahari membuat benda langit tetap berada pada orbitnya dan mengitari matahari. Begitupun gravitasi bumi yang membuat benda-benda di permukaan bumi berada pada tempatnya. 

Manusia, dengan segala keunikan potensinya, bisa menjadi gravitasi bagi manusia lain di sekitarnya. Bergantung pada besarnya muatan yang ada dalam dirinya. Dalam hidup saya sekarang, menulis dan menjadi ibu adalah poros kehidupan saya.

Setiap orang masing-masing punya daya gravitasi tersendiri bagi lingkungan sekitarnya. Saat memberi pengaruh, seseorang tentunya juga punya sesuatu yang menjadi pusat dunianya di mana aktivitas dan pergerakannya selalu berputar di medan magnet yang sama. Kegiatan yang membuat saya menjadi pusat gravitasi bagi sekitar adalah menulis.

Saya pernah menjadi wartawan yang berpindah-pindah di berbagai media massa selama lima tahun. Saya pernah menjadi kontributor sebuah majalah kawasan, menjadi penulis siaran pers untuk beberapa acara, penulis buku, penulis catatan editor sebuah buku fotografi, penulis konten di media online, editor buku, dan kini saya bergiat menjadi blogger.

Mewawancarai public figure saat menjadi wartawan, beberapa di antaranya Vino G. Bastian, Raisa, Reza Rahadian, Joe Taslim, Merry Riana, Upi, Laura Basuki, Mouly Surya, dan Rianti Cartwright. Foto: dok. pribadi
Menulis catatan editor di buku fotografi "Unseen Journey" karya Yudha Apelgede

Apa pun yang saya kerjakan selalu berkaitan dengan kegiatan tulis menulis. Dunia kepenulisan apa pun bentuknya, menjadi gravitasi dunia saya. Sejauh apa pun saya berlari, menulis akan menjadi magnet yang senantiasa menarik diri saya. Seperti contohnya ketika saya menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi Desa di Cikidang, Sukabumi pada tahun 2014 lalu. Saya memakai profesi “penulis” untuk berbagi inspirasi dengan anak-anak SD di sana. 
Bangun mimpi anak Indonesia!

Dalam kegiatan tersebut, masing-masing relawan memberikan inspirasi tentang profesinya. Hal ini dimaksudkan agar kelak, anak-anak Indonesia, punya lebih banyak cita-cita yang beragam sesuai bakat dan minat mereka. Dengan melihat secara nyata orang-orang yang menekuni bidangnya masing-masing, anak-anak tersebut mendapat gambaran dari contoh langsung bahwa tidak ada batasan untuk bermimpi, dan sesungguhnya cita-cita memang sudah seharusnya digantungkan setinggi langit. 

Setelah pemberian materi dilakukan, anak-anak tersebut menuliskan mimpi-mimpi mereka di pohon cita-cita yang kami sediakan. Betapa terharunya saya, ketika melihat banyak anak yang ingin menjadi penulis. Setiap anak berhak punya kesempatan yang sama untuk meraih mimpi mereka, di mana pun mereka tinggal, dan dari mana pun mereka berasal.
Salah satu murid SDN 1 Cikidang, Sukabumi yang bercita-cita ingin menjadi pilot. Foto: Aprillia Ramadhina

"Semua aktivitas saya berpusat pada tulisan. Kata-kata senantiasa menjadi fondasi yang menyusun mimpi saya. Ketika kita sudah berhasil meraih mimpi, yang harus kita lakukan adalah berbagi. Dengan berbagi, kita dapat membantu mewujudkan mimpi orang lain." - April Tupai
Saat menjadi relawan pengajar Kelas Inspirasi Desa

Kemana pun saya menjelajah, menulislah yang membuat saya senantiasa membumi. Menulis adalah jalan saya pulang, menemukan rumah. Dengan menulis orang-orang dengan mudah menemukan saya. Bertamu di halaman kehidupan saya.


Sewaktu tugas liputan dan bertemu dengan wartawan dari berbagai media lain. Liputan konser Julio Iglesias (atas), liputan ke Anambas (tengah) dan liputan ke Bali (bawah). Foto: dok. pribadi


Menulis adalah Passion dan Penulis adalah Jati Diri

Foto: dok. pribadi


Menurut Sir Issac Newton, benda bermassa kecil akan cenderung tertarik pada benda bermassa besar. Gaya gravitasi berbanding lurus dengan massa benda dan berbanding terbalik dengan jaraknya. Semakin besar massa benda maka akan semakin besar gaya gravitasinya. Sementara semakin jauh jarak benda maka akan semakin kecil gaya gravitasinya.
Jadi, semakin kita “berisi” maka semakin banyak daya tarik yang kita punya. Semakin banyak kita berelasi dan tidak mencipta jarak yang terlalu jauh dengan sekitar, maka semakin besar gaya gravitasi kita.
Saat liputan ke Tanjung Pinang, berfoto dulu di depan Masjid Sultan Riau yang konon dibangun dengan putih telur sebagai perekat. Foto: dok. pribadi


Saat menjadi wartawan seni budaya di sebuah koran di Jakarta saya sering liputan ke galeri-galeri seni. Foto: dok. pribadi


Berfoto bersama para seniman di Taman Ismail Marzuki

Berpindah-pindah dari media yang satu ke media yang lainnya membuat saya memiliki banyak relasi. Seringkali orang-orang yang saya kenal di media yang satu juga kenal dengan teman-teman saya di media lainnya. Belum lagi relasi saya dengan para narasumber. Ketika menjadi wartawan gaya hidup saya banyak bertemu dengan selebriti. Bekerja di media yang fokus membahas arsitektur dan desain, saya jadi kenal beberapa arsitek dan desainer interior. Ketika menjadi jurnalis seni budaya, saya kenal beberapa seniman, mulai dari pemain teater, pelukis, pematung, musisi, bahkan penulis lainnya.

Saat menulis buku tentang kepenyiaran, saya bertemu banyak penyiar radio. Sewaktu menulis di media yang membahas startup dan bidang kreatif, saya bertemu banyak pengusaha muda dan insan kreatif yang berkarya. Kini, saya fokus menjadi blogger dan saya pun menjalin pertemanan maya dengan banyak blogger lainnya dengan cara saling berkunjung dan saling berkomentar di blog.
Saya bersama beberapa narasumber yang ada di dalam buku (Choky Sitohang, Sogi Indra Dhuaja, Nico Siahaan dan Ringgo Agus)

Berpindah-pindah pekerjaan membuat saya kaya pengalaman dan punya segudang kenalan. Apa pun identitas saya, apa pun profesi saya, menulis adalah bagian dari jati diri. Tulisan dan kata-kata menjadi inti kehidupan saya.


Menjadi Gravitasi bagi Pembaca

Beberapa komentar dari pembaca yang membaca buku saya "Turn on the Radio"

Meski dua tahun telah berlalu sejak buku saya terbit. Sampai hari ini saya masih menerima pesan dari orang yang ingin membeli buku tersebut atau menerima komentar dari orang yang baru saja membacanya. Tanpa sadar saya dan aktivitas saya telah menginspirasi orang-orang di sekitar saya, terutama orang-orang yang membaca tulisan-tulisan saya.
Saat peluncuran buku saya berlangsung, saya diwawancarai oleh teman-teman media yang saya kenal di berbagai acara karena sering liputan bareng sebelumnya. Peluncuran buku saya pun diliput di berbagai media. Bahkan beberapa hari setelahnya, saya juga diwawancarai sebuah radio yang berlokasi di Bengkulu. Saya bersyukur mendapat banyak respon dari teman-teman pembaca, baik yang memang saya kenal maupun orang-orang asing. Mereka mengirimkan pendapatnya selesai membaca buku tersebut melalui media sosial. Ada yang menegur saya di Twitter, Instagram, Path, Facebook, dan lain sebagainya.
Acara peluncuran buku saya yang dihadiri wartawan berbagai media


Liputan peluncuran buku saya di berbagai media


Saya pun membagi-bagikan buku saya ke berbagai narasumber yang saya temui ketika saya bekerja di sebuah media baru sebagai kontributor. Seperti Chicco Jericko, Comi “Payung Teduh”, Wahyu Aditya (pendiri HelloMotion Academy), Riana Bismarak (pendiri Belowcepek.com), Zacky Muhammad (pendiri Bukalapak.com), Ollie (penulis dan pendiri Nulisbuku.com), Emte (ilustrator) dan lain-lain. Bahkan buku saya sempat dibahas oleh Sarah Sechan di sebuah acara stasiun televisi swasta.
Buku saya juga sampai di tangan fashion designer ternama Tex Saverio :). Foto: Aprillia Ramadhina




Apresiasi atas Dedikasi

Foto: Aprillia Ramadhina


Tidak ada hasil yang sia-sia dari sebuah kerja keras. Saya pun mendapat apresiasi atas dedikasi yang saya lakukan. Ketika memutuskan resign dari dunia media dan profesi jurnalistik pada bulan Agustus 2016. Saya tidak ingin berhenti menulis. Pekerjaan menulis tidak terbatas pada profesi tertentu saja. Pekerjaan sebagai wartawan dan perusahaan media hanyalah salah satu sarana yang memfasilitasi kegiatan menulis saya. Pada dasarnya menulis itu sendirilah yang telah mengalir di darah saya. Meski saya tidak lagi menjadi wartawan sebuah media, saya tetap bisa punya media sendiri, yakni blog. Karena itu saya kembali menghidupkan blog saya yang dulunya sempat terbengkalai karena kesibukan menjadi wartawan yang setiap harinya menulis artikel.

Ternyata kembalinya saya menulis blog membuahkan hasil. Pada bulan November 2016 saya memenangkan lomba blog yang diadakan oleh Yayasan Jantung Indonesia sebagai pemenang favorit. Pada bulan Januari 2017 saya memenangkan lomba blog yang diadakan sebuah perusahaan barang elektronik sebagai pemenang hiburan. Di bulan yang sama tulisan saya terpilih di sebuah situs pencarian kerja untuk industri kreatif. Dari sekitar 80 tulisan yang masuk dan diseleksi, tulisan saya lolos menjadi salah satu dari tiga terbaik. Semua karena kekuatan kata-kata dan tulisan. 

"Kata-kata punya kekuatan untuk meyakinkan dan mempengaruhi pikiran serta perilaku orang lain. Melalui tulisan, kita bisa berkontribusi menciptakan perubahan dunia. Sebaik-baiknya tulisan adalah tulisan yang tidak hanya untuk dinikmati diri sendiri, tapi juga yang bisa memberikan sebanyak-banyaknya manfaat pada kehidupan" - April Tupai
Sebagai penulis saya juga punya idola seorang penulis lain. Salah satu penulis yang karyanya menurut saya sangat inspiratif adalah Dewi "Dee" Lestari. Ia sosok penulis yang punya gravitasi kuat untuk pembacanya. Sewaktu masih menjadi mahasiswa filsafat di Universitas Indonesia saya pernah meresensi bukunya yang berjudul Madre dan dimuat di harian Kompas pada tahun 2011, judul resensinya adalah "Ada Tuhan dalam Kupasan Bawang" (tulisan dapat dilihat di sini) . Dalam bukunya tersebut, Dewi juga menyebutkan bahwa hadiah terbesar sebagai penulis ada ketika karyanya dapat menyentuh, bahkan mengubah hidup pembacanya. Sedikit banyak, karya-karya Dee memang mengubah sudut pandang saya terhadap dunia. Saya, dengan segala keterbatasan yang saya punya suatu saat juga ingin punya karya yang seperti itu.


Menjadi Semesta bagi Anak Tercinta


Foto: Aprillia Ramadhina


Aku, bumi bagi anakku
Dalam diriku ia tumbuh
Dalam rahimku, ia menjadi manusia
Dalam jiwa dan ragaku. Ia. Hidup

Aku, pusat dunianya
Rumahnya mengadu pilu
Mengabarkan kegembiraan
Ia ukir pulau derita di tubuhku
Ia alirkan lautan bahagia di hatiku

Aku, bumi yang selalu memeluknya utuh, seluruh
Aku, tanah yang selalu mengenang setiap jejaknya
Aku, tempatnya selalu menuju dan pulang

(Puisi berjudul “Aku, Bumi bagi Anakku” karya Aprillia Ramadhina)

Selain menulis, kegiatan saya yang paling utama sehari-harinya adalah menjadi ibu. Seorang ibu pastinya menjadi pusat dunia bagi anaknya. Itu yang saya rasakan ketika menjadi ibu dari anak saya Arina Kamila. Ia menyusu langsung dari payudara saya sampai sekarang usianya empat bulan. Sebenarnya bisa saja saya memberikannya ASI perah, akan tetapi ada banyak keuntungannya memberikan ASI langsung dari payudara, salah satunya yang paling penting ialah terjalinnya ikatan (bonding) yang kuat antara ibu dan anak.
Saat sempat sakit infeksi saluran kemih saat usianya tiga bulan, ia hanya ingin digendong dan didekap di dada saya. Ketika ia haus dan lapar, sayalah yang ia cari. Saat ia kepanasan, kedinginan, bosan dan kesepian, sayalah yang ia harapkan selalu ada. Apa pun yang ia rasakan, ia selalu membutuhkan saya.
Saat saya sakit dan harus dirawat, ia tetap menyusu langsung di dada saya. Padahal saat itu saya mengalami infeksi saluran pencernaan. Sebelum dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit, saya diare sampai 15 kali di rumah. Dalam keadaan diri sendiri hampir dehidrasi, saya tetap harus menyusui anak saya. Selama tiga hari dua malam, ia ikut menginap bersama saya di rumah sakit. Sedih melihatnya jadi harus tidur di rumah sakit. Akan tetapi, sayalah sumber kehidupannya. Apa yang saya makan menentukan kualitas ASI saya yang berarti juga menentukan kualitas anak saya.

"Ibu yang baik bukanlah perempuan sempurna yang bisa melakukan segala hal. Ibu yang baik adalah ibu yang tahu bahwa dirinya tidak sempurna dan dengan semua kemampuan yang dimilikinya berupaya melakukan apa pun yang terbaik untuk anaknya." -April Tupai

Saya dan Arina Kamila. Foto: Aprillia Ramadhina

Jika ada gravitasi yang begitu besar diartikan dalam hubungan antar manusia, pastilah gravitasi ibu terhadap anaknya. Ada gravitasi yang terasa begitu kuat dan nyata melalui hubungan yang terjalin antara ibu dengan anaknya.


#SmartphoneLUNA Menunjang Kegiatan Saya Sebagai Ibu yang Menulis dan Menjadi Gravitasi


Sumber: Luna Indonesia
Kini, aktivitas saya lebih banyak menulis blog.  Hal ini dikarenakan menulis blog merupakan aktivitas yang cukup fleksibel dilakukan oleh saya yang memang tugas utamanya mengurus anak saya yang masih  bayi. Untuk mendukung aktivitas saya yang sibuk mengasuh anak dan tetap mengaktualisasikan diri dengan menulis, saya butuh gadget yang canggih dan punya banyak keunggulan. Luna Smartphone lah jawabannya! Kenapa harus Luna Smartphone? Baca alasan-alasannya di bawah ini, ya:


7 Keunggulan #SmartphoneLUNA yang Memperkuat Saya Menjadi Gravitasi


Dalam menulis blog, atau pekerjaan menulis lainnya, saya butuh smartphone yang bisa membantu saya dimana saja dan kapan saja mencatat ide-ide baru yang meletup dalam kepala sebelum menuliskannya ke dalam laptop. Sering kali ide menarik muncul selalu tiba-tiba tanpa aba-aba.
Foto: Facebook Luna Indonesia


Smartphone yang baterainya cepat habis dan lama charging-nya tentu bukan pilihan. Ide bisa hilang begitu saja seperti hantu jika tidak segera ditangkap. Jangan sampai ketika sedang asyik-asyiknya menulis catatan ide di handhone, tiba-tiba handphone mati kehabisan daya. Untungnya, #SmartphoneLUNA ini hanya butuh waktu setengah jam untuk pengisian daya hingga 40%! Atau dengan waktu pengisian selama 70 menit saja, baterai sudah terisi 100%! Hemat waktu banget! Saya jadi bisa tetap produktif, deh. Saya memang cukup sering mencatat ide tulisan yang melintas dalam kepala di smartphone pada saat menyusui anak saya. Jadi nggak ada waktu yang terbuang percuma.
  
Sebagai penulis saya juga harus eksis di dunia maya, dan sebagai ibu saya juga harus bersosialisasi serta jangan sampai ketinggalan informasi. Media sosial adalah wadah saya untuk tetap merawat pertemanan dan mempertahankan relasi. Saya senang banget bermain media sosial (Path, Line, Instagram, Facebook, Twitter dan sebagainya) serta browsing lomba-lomba menulis di internet. Tentunya enak banget kalau punya gadget yang baterainya tahan lama. Banyaknya aplikasi yang berjalan biasanya sering buat handphone jadi gampang ngedrop baterainya. Nah, kalau punya Luna Smartphone nggak perlu khawatir. Kapasitas baterainya sebesar 3000 mAh. Jadi, meskipun digunakan untuk membuka banyak aplikasi dan browsing internet, ponsel ini dapat bertahan hingga belasan jam! Sedangkan untuk pemakaian normal, daya tahan baterainya bisa sampai dua hari. Awet banget, kan! 



Sekilas kalau dilihat bentuknya Luna Smartphone ini agak mirip dengan iPhone. Itu karena smartphone asal Korea Selatan ini dibuat oleh perusahaan TG & Co. yang juga melibatkan Foxconn dalam produksi smartphone ini. Foxconn adalah perusahaan manufaktur barang elektronik yang terkenal menangani produksi iPhone dan iPad. Pilihan warna silver dan space grey yang kekinian bisa membuat penampilan kita jadi semakin stylish. Jadinya semakin percaya diri kalau lagi nongkrong bareng teman atau meeting dengan klien. Bodinya juga slim, jadi bisa disimpan di kantong celana jeans kesayangan.
Foto: Facebook Luna Indonesia


Idola saya yang ganteng maksimal Marshall Sastra ternyata pakai #SmartphoneLUNA! Foto: Facebook Luna Indonesia
#SmartphoneLUNA modis banget, bikin penampilan jadi tambah kece!. Foto: Facebook Luna Indonesia




Saat ini saya memilih untuk berada di sisi anak saya setiap saat. Karena itu saya bisa melihatnya tumbuh dan berkembang setiap harinya. Semakin hari ada saja tingkah lakunya yang mengundang tawa. Sebuah keistimewaan bagi saya bisa menyaksikan perubahan-perubahannya dari yang baru lahir masih seberat 3, 65 kg, hingga sekarang sudah mencapai 7 kg. Dari yang tidak bisa mengucap apa-apa, sekarang sudah mengeluarkan banyak suara. Dari yang hanya tiduran dan nggak banyak gerak sampai sekarang yang hobinya tengkurap sendiri dan tertawa. Kelak, akan lebih banyak lagi yang ia perlihatkan pada saya.
Arina Kamila. Foto: Aprillia Ramadhina


Untuk itu, saya harus merekam setiap momen menggemaskannya. Karena waktu tak akan bisa diulang lagi. Apa yang hanya dikenang dalam ingatan akan lekas-lekas pergi, tapi yang terpatri dalam potret akan jauh lebih abadi.
Arina Kamila. Foto: Aprillia Ramadhina

Saya senang sekali menangkap momen setiap perkembangan Arina dan setiap ekspresinya. Dalam memotret bayi, tidak bisa langsung dapat gambar yang sempurna hanya dalam satu kali jepret saja. Untuk satu momen, saya bisa memotret Arina sampai lebih dari 10 kali. Sedangkan saya sangat senang mengabadikan momen bersama Arina hampir setiap hari. Untuk itu saya butuh handphone dengan kapasitas penyimpanan yang besar. Namun saya nggak perlu khawatir lagi karena smartphone Luna bisa menyimpan cerita dan memori lebih banyak karena kapasitas memori internalnya hingga 64 GB dan kapasitas memori eksternalnya (Micro SD) hingga 128 GB.
Foto: Facebook Luna Indonesia



Sumber: blog.luna.id




Kualitas kameranya Luna Smartphone juga canggih banget karena dilengkapi kamera belakang 13 MP dan kamera depan 8 MP. Lebih unggul dari iPhone 6S Plus yang berkamera belakang 12 MP dan kamera depan 5 MP.  Untuk perbandingannya, berikut ini hasil 
 pengambilan gambar dengan Luna dan iPhone 6S Plus: 

Sumber: blog.luna.id

Gambar pertama diambil menggunakan Luna Smartphone dengan mode Auto, gambar kedua masih dengan smartphone Luna mode Dynamic Lighting, dan gambar ketiga diambil menggunakan iPhone 6S Plus. Dari hasilnya terlihat kamera Luna menghasilkan gambar yang lebih real dan natural dibanding iPhone 6 S Plus yang hasilnya tampak lebih putih. Oleh karena itu warna gambar lebih nyata dan akurat serta tidak tampak pudar.
Foto: Facebook Luna Indonesia

Objek juga terlihat lebih tajam, jelas dan fokus, dibanding gambar yang diambil oleh iPhone 6S Plus yang membuat foto tenggelam ke latar belakangnya. Dengan cahaya yang minim hasilnya tetap maksimal. Mode Dynamic Lighting yang dimiliki LUNA berfungsi untuk menyesuaikan kondisi pencahayaan di sekitar objek dan secara otomatis mengatur penerangan (brightness) pada foto. Jadi, nggak khawatir lagi kalau foto di tempat yang minim cahaya. Selain itu #SmartphoneLUNA juga dilengkapi fitur anti-shake pada kamera, jadi kita nggak perlu lagi khawatir dengan hasil foto yang blur. Cocok banget nih, untuk foto Arina yang hobinya gerak dan goyang-goyang. Ada 22 scene options juga dan 25 filter effects yang bikin hasil foto jadi lebih seru!

Blog yang baik juga perlu dilengkapi dengan foto-foto. Blog yang menyajikan tulisan beserta konten visual yang indah akan lebih menarik untuk dibaca. Lebih bagus tentunya kalau konten visual tersebut adalah foto hasil jepretan kita sendiri. Nah, kalau motretnya pakai Luna, dijamin penampilan blog pasti jadi lebih keren dan semakin banyak pengunjungnya. 


Dengan harga yang lebih terjangkau yakni sekitar Rp 5. 499.000, kualitas Luna sudah bisa disejajarkan dengan iPhone 6 S Plus yang harganya jelas-jelas jauh lebih mahal. Tampilan gambar di layarnya yang berukuran 5,5 inci sangat jernih dan tajam karena layarnya beresolusi 1920 x 1080 Full HD serta mengusung kepadatan layar 401 ppi pixel density. Luna juga dilengkapi RAM 3 GB dan prosesor Snapdragon 801 quad-core yang berkecepatan 2,5 GHz. Luna juga support jaringan 4G LTE, jadi mau nonton video, main game dan internetan bisa semakin lancar. 



Selain itu #SmartphoneLuna juga sangat tahan banting untuk memantapkan diri sebagai gravitasi. Sebagai ibu yang berurusan dengan bayi yang baru mulai aktif, handphone yang jatuh atau terlempar adalah hal yang sangat mungkin mudah terjadi. Luna sudah terbukti kuat banget, dijadikan tatakan memotong buah nggak lecet, disiram air nggak rusak, bahkan tidak hancur digilas mobil!
Sumber: blog.luna.id



Musik bagi saya penting banget untuk menemani aktivitas menulis supaya lebih semangat dan me-refresh diri setelah lelah mengasuh anak seharian. Dengan dilengkapi smart sound amplifier, suara yang dihasilkan Luna lebih bersih dan halus. Jadi semakin nyaman dengerin musik dari playlist favorit. Karena bagi saya, sebagai ibu yang banyak waktunya berada di rumah bersama bayi yang sering menangis dan hanya diam ketika tidur, mendengarkan musik adalah "Me Time" yang sangat membahagiakan. 
Foto: Facebook Luna Indonesia

Dengan segala keunggulan yang dimiliki, smartphone Luna bisa membuat kita mengukir lebih banyak kontribusi di dunia ini. Melahirkan perubahan-perubahan kecil untuk hidup yang lebih baik dan memancarkan pengaruh positif kepada sekitar. 

Bagi saya menjadi gravitasi bagi sekitar adalah dengan terus menulis dan berupaya menjadi ibu yang baik. Ibu yang baik akan melahirkan keluarga yang baik, dan keluarga yang baik akan menghasilkan generasi yang baik. Kelak, anak saya juga akan mengukir sejarahnya sendiri dan menjadi gravitasi bagi dunianya, yang bisa jadi sangat mungkin berbeda sekali dengan dunia saya. Anak saya adalah alasan saya terus menerus ingin menebar kebaikan melalui tiap hal yang saya kerjakan. Karena, suatu saat saya hanya ingin dikenang sebagai ibu yang bisa ia banggakan. Saya tidak ingin ia sampai merasa menyesal telah dilahirkan dari rahim saya. Jika ia dewasa nanti, saya ingin ia tidak hanya belajar dari karya-karya orang lain, tapi juga belajar dari karya ibunya sendiri. Saya ingin ia belajar bahwa kehidupan sangat luas untuk ditulisi. 

Apa pun profesi kita, apa pun kegiatan kita, meski hanya sedikit yang kita bisa berikan pada hidup, pasti punya dampak yang dirasakan bagi orang-orang di sekeliling kita. Hadirnya manusia di muka bumi, punya makna yang berbeda-beda, baik disadari atau tidak, menjadi gravitasi adalah peran setiap manusia.
Gambar: Aprillia Ramadhina



Spesification - LUNA Smartphone

Assignment System

Android Marshmallow + InLife UI 2.0
Network types

GSM / GPRS / EDGE / WCDMA / HSPA +FDD-LTE/TD-LTE
Battery


  • 3.000 mAh (non-removable battery)
  • 3G networking standby time 480 hours
  • 3G talk time 11 hours
  • 4G networking standby time of 500 hours
Core chips

Qualcomm® Snapdragon ™ 801 quad-core 2.5GHz processor
Display Screen

  • 5.5 inches
  • On-cell, IPS wide viewing angle touchscreen all-bonded
  • 1920×1080 Full HD
Memory


  • ROM:64GB / RAM:3GB(LPDDR3)
  • Expansion capacity is limited by the available micro SD memory card capacity
  • Maximum support to 128GB micro SD
Main camera
13 million pixel autofocus camera, F2.0 large aperture, dual LED flash
Front of the camera
8 million pixel fixed focus lens, F1.8 large aperture wide angle 80
Sensors

Ambient light sensor, approaching sensors, magnetic sensors, acceleration sensors, electronic compass, gyroscope
Weight

186g

Jumat, 07 April 2017

#MemesonaItu Berbuat Sesuatu yang Berarti Sebelum Mati

April 07, 2017 7

“Melepaskan diri dari zona nyaman berarti berlatih mengakrabkan diri dengan kecemasan-kecemasan terdalam dan ketakutan-ketakutan mendasar yang bersemayam dalam diri, bergelut dengannya, dan mengatasinya.” – April Tupai
Saya orang yang tidak suka cemas. Saya rasa kebanyakan orang pun begitu. Saya ingin yang pasti-pasti saja. Pada dasarnya saya tidak suka menantang diri pada bahaya. Namun, nyatanya keputusan-keputusan yang saya buat seringkali menyerempet pada jurang. Contohnya yang saya buat sekitar bulan Oktober 2014. Ketika perusahaan media tempat saya bekerja sudah hampir tutup. Direkturnya menawarkan saya untuk direkomendasikan ke beberapa media lain.

Tawaran itu tidak saya ambil.

Sebelum ditawarkan olehnya pun, sudah ada perusahaan media yang berniat mempekerjakan saya. Media yang sesuai dengan passion saya. Saya gamang setengah mati. Saat itu saya sedang mengerjakan buku “Turn on the Radio” yang berarti saya akan kesulitan menyelesaikan buku tersebut jika bekerja menjadi orang kantoran yang waktunya tidak fleksibel. Sungguh pilihan yang sulit. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memilih melewatkan kesempatan bekerja di media tersebut. Melepaskan sebuah gambaran yang sebenarnya semakin mendekatkan pada mimpi saya sejak lama.

Karena, saya juga punya mimpi yang lain.

Saya penasaran menyelesaikan buku yang sedang saya garap. Beberapa orang mungkin melihat saya bodoh telah melepaskan peluang besar. Gaji yang ditawarkan media itu cukup besar. Saya akan punya penghasilan tetap setiap bulannya. Sedangkan bayaran menulis buku pun baru dibayar setelah buku selesai diluncurkan. 

Ternyata menyelesaikan buku itu memakan waktu sampai enam bulan. Itu artinya saya hidup selama itu tanpa penghasilan tetap. Tapi Tuhan tidak tidur. Rezeki tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Selain menulis buku, saya bekerja serabutan. Menjadi kontributor di sebuah media kawasan, menjadi jurnalis paruh waktu di sebuah media baru, menerima pekerjaan sebagai editor lepas sebuah buku fotografi dan menulis siaran pers untuk acara-acara. Saya lakukan apa saja untuk bisa menyambung hidup dari hari ke hari.

#MemesonaItu Berani Berkorban Demi Mimpi Besar

Sebagai freelancer, saya bebas travelling kemana-mana bahkan di hari kerja

Lantas mengapa saya berani mengambil risiko tinggi? Membuat keputusan besar yang berdampak membahayakan kelangsungan hidup saya selanjutnya. Penasaran. Ya, rasa penasaran mungkin yang membuat saya menjadi senekat itu. Saya penasaran menghasilkan buku dengan kemampuan sendiri, saya ingin  tahu seberapa panjang nafas saya, seberapa kuat komitmen saya.

Alasan lainnya karena rasa bangga atas apa yang saya tulis. Buku seperti ini belum pernah ada sebelumnya. Dengan menulis buku ini saya seperti sedang “naik kelas”. Buku ini berisi kisah sukses tiga belas penyiar radio. Di dalamnya bercerita tentang perjalanan mereka mulai dari menjadi penyiar, pengalamannya, sampai menjadi orang yang sukses. 

Saya merasa ada peningkatan kelas yang sedang saya lakukan. Sewaktu menjadi wartawan, saya menuliskan kisah hidup banyak sosok menarik, akhirnya saya diberi kesempatan untuk membukukan kisah hidup orang terkenal. Saya merasa saya sedang meningkatkan kemampuan saya ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan hal-hal yang sebelumnya sudah sering saya kerjakan.

#MemesonaItu Berani Membuat Keputusan dan Mengambil Risiko

Saat memutuskan menulis buku tersebut, saya seperti menafikan persoalan uang, padahal saya tahu betapa saya membutuhkannya. Pada akhirnya total saya menjadi pekerja lepas ialah satu tahun. Sampai saya akhirnya bekerja lagi penuh waktu sebagai wartawan di sebuah media lagi pada September 2015. 

Satu tahun itu adalah waktu yang paling berharga dalam hidup saya. Waktu dimana saya mengakrabkan diri dengan kecemasan, setiap hari, setiap detik. Saya berpikir tidak hanya untuk hidup di bulan besok, tapi juga di bulan-bulan berikutnya. Menahan diri untuk belanja barang-barang yang tidak perlu, mengurangi nongkrong-nongkrong di kafe, dan makan di restoran. Saya katakan mengurangi, bukan menghilangkan sama sekali. Karena saya tetap butuh sesekali ngopi di kafe, atau karaoke dengan teman, dan belanja barang baru. Hanya saja porsinya yang beda.

#MemesonaItu Tidak Memendam Penyesalan Seumur Hidup

Saat itu jika saya tidak memilih untuk menulis buku dan harus rela hidup tidak nyaman sebagai freelancer, tentu sekarang saya sudah berkubang dengan penyesalan.
Saya punya seorang teman yang meninggal di usia 25 tahun. Dia orang yang sangat hangat dan cerdas. Kemampuan yang dia miliki tidak membuatnya sombong sama sekali. Dia selalu mampu membuat orang merasa nyaman berada di dekatnya.

Melihatnya meninggal karena sakit, di usia yang masih sangat muda, seperti ada yang menghantam dada saya. Saat itu saya merasa takut sekali. Saya takut ketika saya mati nanti saya belum pernah berbuat sesuatu yang berarti. Sesuatu yang mungkin bisa berguna buat orang lain. Sesuatu yang membuat hidup saya tidak menjadi sia-sia. Sesuatu yang tidak mendatangkan penyesalan seumur hidup saya. Sesuatu yang punya arti untuk hidup yang hanya merupakan jeda pendek antara lahir dan mati.

#MemesonaItu Berani Menghadapi Ketakutan Terdalam dan Menciptakan Keajaiban

Peluncuran buku saya di kafe















Keajaiban hanya mungkin tercipta jika kita berhasil berhadapan dengan ketakutan terdalam dalam diri kita. Selama satu tahun itu, saya jadi tahu apa yang paling saya cemaskan, apa yang paling saya takuti. Sekaligus saya mendapatkan kejutan dan keajaiban yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika saya tidak memutuskan menjadi pekerja lepas dan menulis buku. 

Selain buku saya terbit, peluncurannya pun berlangsung luar biasa di sebuah kafe di Jakarta Selatan dan dihadiri banyak media yang meliput berita peluncuran buku tersebut.
Terbitnya buku tersebut telah mengajarkan saya banyak hal. Bahwa kita berhak punya banyak mimpi, dan ada kalanya demi mengejar mimpi kita yang satu kita harus merelakan mimpi yang lain. Bahwa pengorbanan dan perjuangan tidak pernah ada yang sia-sia. Kita hanya mampu mendapat hasil yang maksimal jika kita mau berkorban habis-habisan. Karena hasil tidak pernah mengkhianati proses.

Satu tahun di zona tidak aman, satu tahun di setiap harinya bertemu dengan kecemasan dan keajaiban. Satu tahun yang menempa mental saya habis-habisan. Akan tetapi, saya jadi terlatih menghadapi kecemasan. Terlatih membuat diri tetap waras menghadapi ketidakpastian setiap harinya. Mengolah ketakutan menjadi kekuatan. Mengubah keterbatasan menjadi bahan bakar untuk memunculkan kreativitas. Jika sudah terlatih, maka akan terbiasa.

Orang yang terbiasa jatuh, akan terbiasa juga untuk selalu bangkit. Orang yang terbiasa terpuruk akan terbiasa mencari cara untuk maju. Kurva hidup yang naik-turun hanya akan terasa seperti putaran roda yang memang berputar sebagaimana mestinya. Ketidakpastian keadaan hanya menjadi seperti sebuah permainan yang perlu dinikmati riuh-rendahnya. Sunyi dan bisingnya kehidupan hanya perlu diakrabi dengan cara yang menyenangkan.